Pada artikel kali ini, kita akan membahas tentang jaringan keilmuan di nusantara, terbentuknya jaringan keilmuan di nusantara, terbentuknya jaringan nusantara melalui perdagangan, ulama nusantara, islam dan jaringan perdagangan antar pulau. Pada bagian ini kamu akan memahami hubungan antara Istana sebagai pusat kekuasaan dan pendidikan. Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan bukan saja mendanai kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkan para ulama, baik dari mancanegara, terutama Timur Tengah, maupun dari kalangan ulama pribumi sendiri. Para ulama yang kemudian juga difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara, bukan saja memberikan pengajaran agama Islam di masjid-masjid negara, tetapi juga di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi rupanya juga menimba ilmu dari para ulama. Seperti halnya yang terjadi di Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka. Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun, ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislaman tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara, bahkan mungkin dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam. Kerajaan Malaka dengan giat melaksanakan pengajian dan pendidikan Islam. Hal itu terbukti dengan berhasilnya kerajaan ini dalam waktu singkat melakukan perubahan sikap dan konsepsi masyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan sebagian berlangsung di kerajaan. Perpustakaan sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Karena perhatian kerajaan yang tinggi terhadap pendidikan Islam, banyak ulama dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar, Hindustan, dan terutama dari Arab. Banyaknya para ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah menarik para penuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia Tenggara untuk datang. Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernah menuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan pendidikannya mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di tempat masing-masing. Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi, para ulama telah mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karya-karya keilmuan Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil Hamzah al Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan pernah menuntut ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat. Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan juga sangat mencolok. Pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para ulama dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar. Martin van Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukup menonjol ketika Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596 dan menyaksikan bahwa orang-orang Banten memiliki guru-guru yang berasal dari Mekkah”. Di Palembang, istana keraton juga difungsikan sebagai pusat sastra dan ilmu agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorong perkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan Ahmad Najamuddin I 1757-1774 dan Sultan Muhammad Baha’uddin 1774-1804. Pada masa pemerintahan mereka, telah muncul banyak ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh, dan al- Qur’an. Perhatian sultan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam tercermin pada keberadaan perpustakaan keraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi. Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu lingua franca. Semua ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab itu disebut dengan banyak sebutan, seperti huruf Jawi di Melayu dan huruf pegon di Jawa. Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah membuat para pengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat kemampuan baca tulis yang mereka jumpai. Pada 1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dari Brunei. Orang Spanyol itu menguji apakah orang-orang Melayu yang menyatakan diri sebagai budak-budak sultan itu dapat menulis. Dua dari tujuh orang itu dapat menulis, dan semuanya mampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri. Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolah menjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran di masyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikan dari istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkatan yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttâb di wilayah Arab. Sebagaimana kuttâb lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Rasulullah yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama, di Nusantara pendidikan dasar berlangsung di rumah-rumah guru. Pelajaran yang diberikan terutama membaca al-Qur’an, menghafal ayat-ayat pendek, dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan ini diperkirakan sama tuanya dengan kehadiran Islam di wilayah ini. Di Nusantara, masjid-masjid yang berada di pemukiman penduduk yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat menjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Di sinilah terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarah Islam. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam di Nusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore, Banjar, Papua dan lain sebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki tingkat otonomi dan kebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaran mengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup kompleks, seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantan dan pesantren di Jawa. Untuk memperdalam tentang jaringan keilmuan ini kamu dapat membaca buku Taufik Abdullah dan Adrian B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah, jilid III dan Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium sampai Empirium.
menapakkan langkah’ menjadi hal yang tidak luput dari perubahan dan perkembangan teknologi. Masalah pendidikan yang menjadi sorotan yaitu mengenai mutu pendidikan yang senantiasa berubah, dengan berkembangnya peradaban. Guru sebagai suatu profesi, dituntut adanya profesionalitas dalam menjalankan profesinya.› Sejarah pendidikan guru di Indonesia dapat ditarik sejak masa penjajahan Kolonial Belanda. Sejak saat itu, pendidikan guru di Tanah Air mengalami berbagai perubahan sesuai tuntutan zaman. KOMPAS/FABIO M LOPES COSTAAktivitas perkuliahan di salah satu ruangan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih di Jayapura, Kamis 8/3/2018. Tampak Pembantu Dekan 1 Yan Dirk Wabiser selaku dosen yang mengajar mata kuliah Metode Penelitian Sosial kepada para pidato Peringatan Hari Guru Nasional 2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menyampaikan pesan dunia pendidikan menghadapi ujian yang berat akibat pandemi. Dua tantangan yang dihadapi seorang guru selama pandemi adalah tekanan psikologis akibat Pembelajaran Jarak Jauh PJJ dan tekanan ekonomi karena harus memperjuangkan keluarga mereka agar penghasilan bisa mencukupi. Kondisi akibat pandemi mengakibatkan guru Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan guru adalah jabatan profesi sehingga seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Dalam UU tersebut disebutkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk menjadi pendidik yang professional harus dimiliki empat kompetensi, salah satunya adalah kompetensi profesional guru. Sejarah pendidikan guru di Indonesia menunjukkan peningkatan kualifikasi akademik seorang guru. Perkembangan kualifikasi akademik seorang guru terjalin bersama dengan kebutuhan nyata pengajar di setiap era Kolonial Belanda, untuk mengajar sekolah rakyat Volkschool dengan kurikulum membaca, menulis, dan berhitung, hanya dibutuhkan kursus selama dua tahun bagi seorang lulusan sekolah ini, sejak munculnya UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, setiap guru, baik tingkat TK, SD, SMP, maupun SMA, wajib memiliki kualifikasi akademik dari pendidikan tinggi. Sebelumnya, hanya guru yang akan mengajar SMP atau SMA saja yang harus bergelar sarjana atau program diploma perkembangan pendidikan guru di Indonesia, dapat dibagi dalam empat periode, yaitu pendidikan guru pada era Hindia Belanda, penjajahan Jepang, awal kemerdekaan hingga Orde Lama berakhir, dan Orde Baru hingga Hindia BelandaMochtar Buchori dalam bukunya Evolusi Pendidikan di Indonesia dari Kweekschool sampai ke IKIP 1852-1998 2009 menyebutkan, terdapat empat jenis pendidikan bagi calon guru sekolah dasar pada zaman Hindia Belanda yang dapat dikelompokkan menjadi sekolah guru untuk mereka yang akan mengajar di sekolah rendah pribumi dengan pengantar bahasa Belanda. Dalam kelompok pertama ini, terdapat Kweekschool dan Hogere Kweekschool HKS yang kemudian diubah menjadi Hollandsch Inlandsche Kweekschool HIK.Kedua, sekolah guru untuk mereka yang akan menjadi guru pada sekolah rendah pribumi dengan bahasa pengantar salah satu dari bahasa-bahasa daerah, seperti Jawa, Sunda, Melayu atau Bugis. Dari kelompok kedua ini, terdapat Cursus voor Volksschool Onderwijzers CVO yang kemudian diubah menjadi Opleiding voor Volksschool Onderwijzers OVVO serta Normaalschool atau juga disebut sebagai Kweekschool voor Inlandsche negeri pertama didirikan pada 1852 di Solo oleh Pemerintah Hindia Belanda. Jauh sebelumnya, telah didirikan Kweekschool oleh penyebaran agama Kristen zending di Ambon pada tahun 1834. Pada tahun 1871, muncul peraturan yang menyatakan bahwa pengadaan sekolah dasar bumiputra harus didahului oleh pengadaan tenaga guru. Atas dasar peraturan itulah, Kweekschool kemudian diperbanyak. Beberapa Kweekschool didirikan, antara lain di Tondano pada tahun 1873, Ambon 1874, Magelang , Probolinggo, Banjarmasin 1875, Makassar 1876, dan Padang Sidempuan 1879.Murid yang diterima di Kweekschool adalah mereka yang telah tamat dari sekolah pemerintahan untuk anak-anak pribumi, berumur paling tidak 12 tahun, dan berasal dari keluarga baik-baik. Namun di kemudian hari, mereka yang dapat diterima di Kweekschool ini hanya mereka yang telah tamat kelas VII HIS. Lama studi di Kweekschool ini ditempuh selama 4 bahasa Belanda hanya merupakan salah satu mata pelajaran di Kweekschool. Namun, sejak 1915, bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar di Kweekschool. Tamatan Kweekschool kemudian dapat mengajar di Hollands-Inlandse School HIS.Lulusan Kweekschool diberi gaji yang disamakan dengan gaji seorang asisten wedana, sebesar 50 gulden hingga 150 gulden per bulan. Lulusan Kweekschool pun mendapat gelar resmi, yakni “mantri guru”, yang memberikan mereka kedudukan yang nyata di kalangan pegawai pemerintah lainnya. Selain itu, mereka juga berhak untuk menggunakan payung, tombak, tikar, dan kotak sirih menurut ketentuan pemerintah. Mereka juga mendapat biaya menggaji empat pembantu untuk membawa keempat lambang kehormatan itu. Tanda-tanda kehormatan itu membangkitkan rasa hormat, termasuk murid-muridnya sendiri, khususnya anak-anak kaum Kweekschool, terdapat pula Hogere Kweekschool HKS yang pada tahun 1927 diganti menjadi Hollands Inlandsche Kweekschool HIK. Perubahan tersebut mengikuti perubahan fokus pendidikan di HIK, yakni dari tekanan pada penguasaan bahasa Belanda secara sempurna menjadi pengembangan pengetahuan secara di HIK ditempuh selama enam tahun. Sama seperti Kweekschool, lulusan HKS maupun HIK kemudian dapat mengajar di sekolah HIS, tetapi dengan gaji lebih besar, sekitar 175 gulden per POERNOMOGedung Sekolah Pendidikan Guru SPG Negeri I Yogyakarta, awal Oktober 1988. Dibangun tahun 1904, gedung ini dulu disebut gedung Kweekschool karena memang menjadi tempat pendidikan para calon sisi lain, terdapat sekolah calon guru sekolah dasar yang nantinya akan mengajar di sekolah rakyat Volkschool, yakni Cursus voor Volksschool Onderwijzers CVO yang kemudian diubah menjadi Opleiding voor Volksschool Onderwijzers OVVO. Program CVO berupa kursus selama dua tahun. Mereka yang diterima sebagai peserta kursus ialah mereka yang sudah tamat kelas V dari Sekolah Pribumi Kelas II Tweede Inlansche School/TIS, Vervolgschool, atau pembelajaran yang dipakai ialah melihat dan meniru, yaitu menyaksikan bagaimana para guru senior mengajar dan kemudian mereka menirukannya. Setelah tamat dari pendidikan ini, para siswa ditempatkan sebagai guru Volksschool, yaitu SD 3 tahun dengan kurikulum sangat sederhana, yakni membaca, menulis, dan CVO maupun OVVO, terdapat pula Normaalschool dengan lama pendidikan empat tahun. Mereka yang diterima sebagai murid pada sekolah ini ialah mereka yang sudah tamat Kelas V dari Sekolah Pribumi Kelas II, atau Vervolgschool, atau Standaardschool. Selama empat tahun pendidikan, mereka mendapatkan 14 mata pelajaran, mulai dari bahasa daerah, bahasa Melayu, ilmu mendidik, ilmu hitung, ilmu bangun, ilmu tanam-menanam, ilmu hewan, ilmu alam, ilmu bumi, sejarah, menggambar, menulis, menyanyi, pendidikan jasmani, hingga permainan di luar negeri pertama untuk siswa laki-laki didirikan pada tahun 1915 di sejumlah daerah, yakni Padangpanjang, Jember, Garut, Jombang, dan Makassar. Sedangkan, Noormaalschool pertama untuk siswa perempuan didirikan di Padangpanjang 1918, Blitar 1919, Tondano 1920, dan Salatiga 1933.Para lulusan Normaalschool ini kemudian ditempatkan sebagai guru pada SD 5 tahun Tweede Inlandse School/TIS. Selain membaca, menulis, berhitung, para siswa TIS mendapatkan pengetahuan ilmu bumi, pengetahuan alam, dan satu perbedaan dari empat sekolah calon guru sekolah dasar di atas adalah fasilitas belajar mengajar. Mereka yang sekolah di Kweekschool maupun HKS/HIK mendapatkan gedung sekolah yang mewah, yang dilengkapi dengan asrama dan perpustakaan yang lengkap. Sedangkan, kegiatan kursus CVO maupun OVVO tidak memiliki gedung sendiri, tak berasrama, dan tak memiliki perpustakaan. Situasi sedikit baik dialami para siswa Normaalschools yang mendapatkan gedung sekolah yang sederhana dengan perpustakaan yang juga SINAGASiswa-siswi SMA Negeri 1 Penyabungan Selatan belajar di sekolahnya di Jalan Willem Iskander, Kecamatan Penyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Rabu 27/4/2016. Willem Iskander mendirikan sekolah itu pada tahun 1862 sebagai Sekolah Guru Kweekschool Tano Bato, sekolah guru pertama di Sumatera menjadi guru sekolah menengah Middelbaar Onderwijs, setingkat SMP dan SMA pada zaman Hindia Belanda, dibutuhkan akta mengajar yang disebut “MO Akte”. Terdapat dua jenis Akta MO, yaitu MO A dan MO MO A memberi wewenang penuh untuk mengajar dalam mata pelajaran tertentu di tingkat Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO, yang berarti pendidikan rendah yang diperluas dan HBS. Keduanya adalah pendidikan pada tingkat SLTP. Sedangkan Akta MO B memberi wewenang penuh untuk mengajarkan mata pelajaran tertentu pada tingkat Algemene Middlebare School AMS, yaitu sekolah menengah umum dan HBS. Keduanya terdapat pada jenjang untuk mendapatkan Akta MO pada umumnya hanya tersedia di Belanda. Di Hindia Belanda, terdapat pendidikan untuk mendapatkan Akta MO Ilmu Pasti dan Akta MO A Bahasa Inggris. Pendidikan untuk Akta MO Ilmu Pasti itu dititipkan pada Technische Hoogeschool di Bandung ITB.Pendidikan guru pada zaman Hindia Belanda tidak hanya diselenggarakan oleh pemerintah saja, tetapi juga diselenggarakan oleh pihak swasta. Sekolah-sekolah guru swasta hanya ada pada jenjang Normaalschool untuk pendidikan guru bagi SD dengan bahasa pengantar bahasa JepangBergantinya kekuasaan Belanda ke tangan Jepang pada bulan Maret 1942 memengaruhi pula kebijakan mengenai pendidikan secara umum. Khusus untuk sekolah guru, Pemerintah Jepang menggabungkan berbagai sekolah guru menjadi satu sekolah. Pemerintah Jepang hanya membuka sekolah guru yang didirikan oleh pemerintah, sedangkan sekolah guru swasta ditutup dan tidak diizinkan untuk dibuka. Hanya perguruan Muhammadiyah dan Taman Siswa yang diperbolehkan untuk guru bentukan pemerintah militer Jepang memiliki sistem yang berbeda, yaitu adanya peraturan pemisahan antara siswa laki-laki dan perempuan. Siswa laki-laki menempati sekolah guru laki-laki atau disingkat SGL, sedangkan siswa perempuan menempati sekolah guru perempuan SGP. Para siswa SGL dan SGP merupakan lulusan sekolah dasar yang kemudian menempuh pendidikan selama empat tahun dalam sistem asrama ini bertujuan untuk memudahkan Pemerintah Jepang mengontrol dan mendoktrin siswa melalu beragam program pendidikan. Program pendidikan tersebut, di antaranya latihan kemiliteran kyooren, pengabdian masyarakat atau kerja bakti paksa kinrohoshi, dan pendidikan jasmani. Sekolah calon guru SD di zaman Jepang terdapat di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, dan Kemerdekaan dan Orde LamaPada awal kemerdekaan 1945, pemerintah menghadapi persoalan kekurangan tenaga pengajar, selain juga kekurangan gedung sekolah. Kekurangan guru tersebut disebabkan oleh setidaknya tiga hal. Pertama, diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 yang menyebutkan pendidikan merupakan hak rakyat dan pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan nasional. Kedua, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 1951, provinsi juga memiliki wewenang untuk membangun dan menyelenggarakan Sekolah Dasar. Ketiga, pemerintah juga mencanangkan program wajib belajar pada tahun mengatasi kekurangan guru tersebut, pemerintah kemudian mendirikan lembaga pendidikan guru sementara secara massal yang disebut Kursus Pengajar untuk Kursus Pengantar Kepada Kewajiban Belajar KPKPKB. Pemerintah mendirikan KPKPKB pada bulan September 1950 melalui Keputusan Menteri Pendidikan No. 5033/F tertanggal 5 Juni yang memasuki lembaga pendidikan ini adalah para pelajar lulusan SD dengan hasil yang baik, kesehatan baik, dan berwatak susila, serta berumur antara 15-18 tahun. Semua pelajar KPKPKB diharuskan mengikat kontrak dengan pemerintah dengan jaminan mendapatkan tunjangan yang diperoleh sebesar Rp 85 per KPKPKB dirasa efektif dan dapat dengan cepat mengatasi masalah kekurangan tenaga pendidik. Terbukti, selama dua tahun KPKPKB didirikan, sudah dibangun 400 KPKPKB. Dengan banyaknya KPKPKB, kebutuhan akan tenaga guru untuk pelaksanaan wajib belajar dengan cepat dapat keadaan Jakarta genting disebabkan oleh teror Belanda/Nica, Sekolah Taman Siswa di Jalan Garuda tetap dibuka Juni 1946.Untuk meningkatkan mutu pendidikan, KPKPKB ditingkatkan menjadi Sekolah Guru B SGB 4 tahun dan kemudian menjadi Sekolah Guru A SGA 6 tahun. Pada waktu bersamaan, didirikan pula kursus-kursus persamaan Sekolah Guru B 4 tahun, sesudah SD dan persamaan Sekolah Guru A 3 tahun, setelah SMP untuk meningkatkan tenaga pendidikan. Pada perkembangannya, kursus persamaan SGB dan SGA berubah menjadi SGB dan SGA. Sekitar tahun 1950, terjadi penambahan jumlah SGA dan SGB di seluruh wilayah itu, untuk menyuplai pendidikan di sekolah menengah, pemerintah membuka program Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama PGSLP, Kursus B-I yang lamanya 3 tahun, dan Kursus B-II yang lamanya 2 tahun sesudah B-I untuk diarahkan menjadi guru di Sekolah Lanjutan Atas SLA.Penyelenggaraan pendidikan guru di tingkat perguruan tinggi mulai berlangsung sejak tahun 1954 dengan didirikannya Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru PTPG di Bandung, Malang, Batu Sangkar, dan Tondano untuk mendidik calon guru tahun 1961, berdasarkan kesepakatan antara Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan PD dan K dan Departemen Perguruan Tinggi, PTPG dimasukan ke dalam universitas sebagai Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP yang ditujukan untuk mendidik calon sekolah lanjutan baik lanjutan pertama maupun lanjutan atas. Dengan berdirinya FKIP, program-program PGSLP, Kursus B-I, dan B-II diintegrasikan dalam program pembukaan Sekolah Pendidikan Guru di Yogyakarta pada tanggal 17/1/ perkembangannya, Departemen PD dan K menganggap bahwa FKIP sebagai lembaga pendidik calon guru tidak memenuhi harapan. Menteri PD dan K Prijono kemudian mendirikan Institut Pendidikan Guru IPG di bawah Departemen PD dan K sebagai alternatif pengganti FKIP yang berada di bawah Departemen Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan PTIP. Akibatnya, muncul dualisme penyelenggara lembaga pendidikan untuk guru sekolah menengah, yaitu Departemen PD dan K dan tersebut menimbulkan keresahan di FKIP seluruh Indonesia. Dalam Konferensi Badan Koordinasi Senat Mahasiswa FKIP seluruh Indonesia pada tahun 1960, muncul tuntutan kepada Presiden Sukarno untuk membubarkan melalui Keppres 3/1963 pada tanggal 3 Januari 1963, FKIP dan IPG dilebur menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan IKIP di bawah Departemen PTIP yang setara dengan universitas dan merupakan satu-satunya lembaga pendidikan guru untuk sekolah menengah. Sejak itu, jumlah IKIP terus bertambah hingga 10 IKIP. Di luar itu, di setiap provinsi yang tidak memiliki IKIP, berkembang FKIP di bawah universitas Orde Baru dan ReformasiPada masa Orde Baru, Presiden Suharto menginstruksikan untuk mendirikan sejumlah SD untuk mengatasi persoalan daya tampung. Akibatnya, muncul masalah kekurangan tenaga pendidik karena banyaknya sekolah yang kemudian mengembangkan Sekolah Pendidikan Guru SPG untuk mengatasi kekurangan guru. SPG sebenarnya sudah dicanangkan sejak tahun 1964, tetapi pelaksanaannya di setiap daerah baru terlaksana mulai tahun 1967. Pada tahun 1960-an, terdapat 82 SPG di Indonesia. Jumlah ini menurun pada tahun 1961-1965 yang kemudian meningkat kembali menjadi 123 saat dilaksanakan kebijakan SPG, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum SPG tahun 1968 yang kemudian disempurnakan menjadi kurikulum SPG tahun 1976. Penggantian kurikulum ini berdasarkan Keputusan Menteri P dan K tanggal 21 Juli 1976 tentang Pembakuan Kurikulum POERNOMOSekolah Pendidikan Guru SPG Transmigrasi "17" IV di Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati, Sleman. Para lulusan SPG ini akan ditempatkan di berbagai daerah transmigrasi sebagai pionir bagi para transmigran. SPG ini merupakan kerjasama antara Yayasan Tujuhbelas dengan DepartemenTranmigrasi, serta Depdikbud menyangkut penempatan serta pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil. Foto tahun tahun 1980, SPG negeri mulai dikurangi karena jumlah guru yang dibutuhkan oleh sekolah-sekolah mulai tercukupi. SPG secara bertahap kemudian dialihfungsikan menjadi sekolah menengah atas lainnya. Alih fungsi tersebut dimulai pada tahun 1989 dan berakhir pada tahun 1990. Pada saat itu, SPG dialihfungsikan menjadi SMA, SMK, STM, SKK, maupun sekolah menengah atas maupun FKIP yang semula dimaksudkan mendidik guru SLTA kemudian juga mendidik guru SLTP dengan menyelenggarakan crash program PGSLP dengan beasiswa pada tahun 1970-an di samping juga menyelenggarakan PGSLA. Pada tahun 1989, SPG dilebur ke dalam IKIP/ perkembangannya, lembaga pendidikan tenaga kependidikan LPTK juga berfungsi mendidik calon guru TK dan SD melalui program PGTK dan tahun 1999 dan 2000, sepuluh IKIP berubah nama menjadi universitas dengan tetap mengemban tugas sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan LPTK. Jumlah tersebut terus bertambah, terutama dengan berkembangnya jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan LPTK swasta. LITBANG KOMPASKOMPAS/BACHTIAR AMRAN DMMenteri P dan K Dr Daoed Joesoef, hari Sabtu 22/Mei/1982 mewisuda dan menyerahkan Surat Tanda Tamat Belajar STTB sekaligus menyerahkan SK pengangkatan sebagai guru SD secara sekaligus. Ini adalah yang pertama
BagaimanaPerkembangan Pendidikan Indonesia Di Tahun 2012 Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Menurut, S. Nasution (dalam Jumari (2007) menyebutkan bahwa perubahan kurikulum mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach danKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. PEMERATAAN DAN PENYELARASAN TINGKAT PENDIDIKAN DI INDONESIAMendapatkan pendidikan adalah hak bagi seluruh manusia tanpa terkecuali. Melaui pendidikan, manusia akan mendapatkan pengetahuan dan tentunya semakin mengasah kemampuan diri. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang berbunyi warga negara berhak mendapatkan pendidikan. warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai. Sesuai Undang-undang 1945 pasal 31, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan termasuk anak berkebutuhan khusus. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh setiap individu. Setiap Individu dengan segala keadaan dan kondisinya berhak untuk mendapatkan pendidikan, hal itu disebut dengan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak secara bersama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu tanpa membedakan anak dari latar belakang suku, ras, agama, status sosial, perekonomian, bahasa, geografis, gender, dan perbedaan fisik ataupun mental. Dalam Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas menyatakan bahwa "Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan pemenuhan pembelajaran secara inklusif, Indonesia masih memiliki beberapa pekerjaan ataupun tantangan yang harus dihadapi agar terciptanya pendidikan secara inklusif. Beberapa hambatan pemerintah dalam menjalankan pendidikan secara inklusif yakni sebagai pemahaman masyarakat tentang pendidikan secara pengetahuan dan keterampilan guru dalam mendidik anak berkebutuhan khusus. dan fasilitas yang kurang memadai dalam pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan itu, permasalahan di Indonesia pada bidang pendidikan ialah masih terbilang kurang merata dan kualitas di setiap daerah memiliki kesenjangan. Sudah bukan menjadi rahasia umum jika terdapat kesenjangan untuk penerapan pendidikan di Indonesia, apalagi jika pembandingannya antar Pulau Jawa dan diluar Pulau Jawa. Adanya anggapan atau stigma masyarakat tentang pusatan pembangunan di Pulau Jawa terkadang terlihat kebenarannya. Tingkat pembangunan diluar Pulau Jawa masih terbilang rendah. Sehingga anggapan bahwa banyak daerah di Indonesia yang masih tertinggal benar adanya. Mulai dari pembangunan fasilitas umum seperti infrastuktur, fasilitas umum yang mencakup dibidang pendidikan, dan tingkat Pembangunan Manusianya. Di bidang pendidikan sendiri tingkat alokasinya pun masih tidak merata, banyak daerah-daerah terpencil yang masih sangat susah akses untuk mengenyam pendidikan. Hingga tak jarang banyak peserta didik yang harus mempertaruhkan nyawa untuk mengenyam pendidikan, misalnya saja mereka harus menyebrang pulau hanya dengan menggunakan perahu seadanya, melewati jembatan yang sudah tak layak bahkan dapat dikatakan sangat berbahaya sebab yang harus mereka seberangi ialah jurang dalam ataupun sungai yang memiliki arus deras, ataupun mereka yang harus melewati berkilo-kilo meter untuk tiba disekolah mereka. Fasilitas seperti bangunan sekolah yang layak juga menjadi sorotan di negeri ini. Banyak sekolah dimana kualitas bangunannya sangat memprihatikankan, hanya terbuat dari bahan seadanya dan sangat jarang atau bahkan tidak pernah ada perawatan membuatnya sangat memprihatikankan, sangat jauh sekali dengan ekspektasi Indonesia adalah negara yang kaya dan sejahtera. Ketidakefektifan pun amat jelas terasa. Ditambah lagi dengan kurangnya atau terbatasnya jumlah pengajar di luar Pulau Jawa. Indonesia kekurangan tenaga pendidik dalam hal kuantitas dan juga kualitas. Walaupun jumlah tenaga pendidiknya banyak akan tetapi kurang berkualitas maka pembelajaran pun dirasa kurang efektif dan begitu juga sebaliknya. Terkhusus di luar Pulau Jawa yang notabenenya masih kekurangan tenaga terdidik. Rembetan dari masalah tidak meratanya infrastruktur ialah penyaluran tenaga pendidik juga akan sulit dilakukan. Apalagi untuk daerah terpencil dan pelosok yang terkadang masih mengandalkan tenaga didik dari luar kota, maka penugasannya akan sulit dilakukan sebab tidak memadainya fasilitas data yang didapat, jumlah pengalokasian dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN untuk bidang pendidikan sebesar Rp 549,5 trilliun atau sekitar 20% dari APBN. Pengalokasian dana tersebut seperti penyediaan BOS Bantuan Operasioanal Sekolah, BOPTN Pemgalokasian Operasioanal PTN, bantuan pendidikan bagi siswa atau siswi yang kurang mampu melalui PIP dan KIP-Kuliah, penyediaan tunjangan guru dan dosen, serta mendukung reformasi sistem pendidikan dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas pendidikan. Diharapakan pemerintah dapat segera menemukan solusi agar terciptanya pemerataan pendidikan di negeri ini, serta terciptanya pemuda-pemudi yang unggul dan dapat bersaing dalam tingkat internasional 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya Berkembangnyapendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca).
Geopolitikmengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai 4 unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.
Daripengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produksi mengandung dua hal penting yaitu menciptakan nilai guna seperti membangun rumah, membuat pakaian, membuat tas, membuat sepeda, dan sebagainya. Juga menambah nilai guna seperti memperbaiki televisi, memperbaiki sepatu, memperbaiki atau memodifikasi mobil atau motor, dan lain sebagainya.
Melestarikanwarisan kultural dan menjadikan Islam sebagai agama publik. Ilustrasi Walisongo. (Betaria Sarulina/Historia). Beberapa catatan sejarah menyimpulkan, Islam masuk ke Nusantara sejak akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8. Kala itu, penyebaran ajaran Nabi Muhammad SAW ini belum begitu pesat. Namun, sejak awal abad ke-15, Walisongo
Pendidikanislam muncul dan berkembang di nusantara sejak islam masuk ke kepulauan ini, dibawa para sufi pengembara atau pedagang dari timur tengah yang kemudian hidup membaur dengan penduduk lokal. Perkembangan pendidikan islam di Indonesia diawali dari bentuk yang paling sederhana.
Muhammadiyahdikenal sebagai gerakan Islam yang memelopori pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah me me lopori pembaruan dengan jalan melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Saat
PendekatanBerdasarkan Kerjasama Sosial. Pendekatan ini gabungan antar pendekatan individu dan kelompok dengan jalan mempelajari perilaku antarmanusia sebagai sistem-sistem sosial yang mengaitkan dua orang atua lebih bersama-sama dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan bersama tertentu. 5.
Adadua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep brunland tersebut. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa
gWsGOTT.